Aku ingin seperti merpati, yang terbang di angkasa luas.Dia duduk di dahan dengan temannya. Sepertinya ia sedang mengamati seekor merpati yang sedang terbang, sementara temannya sedang sibuk mendengarkan musik.
" Merpatinya indah ya?" tanya gadis itu.
" Hmmm.....," balas temannya. Sepertinya ia hanya menyahut tanpa mendengar. Ia lebih memilih untuk mendengar musik dari pada mendengar temannya sendiri.
" Jawab yang benar dong!" si gadis dengan kesal menegurnya. Ia turun dari pohon dan lekas pergi. Ia tidak memperdulikan suara kepakan dan kicauan burung merpati putih itu. Bahkan, ia tidak memperhatikan suara temannya tadi yang memanggilnya.
Esoknya, sang gadis tidak muncul di sekolah. Semua mempertanyakan keadaannya. Gadis itu adalah seorang penyendiri yang hanya memiliki beberapa teman. Namun entah mengapa, kehilangannya selalu membuat gempar. Beberapa anak mengatakan ia sakit dan yang lainnya mengatakan ia hanya menghilang, itu saja.
Tanpa terasa, tiba-tiba guru piket dan wali kelas masuk saat pelajaran guru lain. Mereka pikir akan ada razia handphone, namun ternyata mereka tidak meminta para murid untuk keluar dari kelas. Mereka tampak berdiskusi. Setelah guru itu mengangguk, ia keluar dari ruangan. Guru piket tampak pucat dan wali kelas terlihat tegang. Setelah mereka berdua berdiskusi, guru piket mulai angkat suara. Ia memulainya dengan suara yang tenang, berwibawa, dan bersahabat meskipun kelas terdengar ribut.
" Kalian tahu siapa anak yang tidak masuk hari ini?"
" Tahu... Veina bu..." para siswa menjawab dengan ribut.
" Benar, dan ia adalah satu-satunya anak di seluruh sekolah yang tidak masuk hari ini. Kalian tahu kenapa?"
Semua anak menggeleng dan mulai berbisik-bisik satu dengan yang lain. Mereka tidak tahu apa yang terjadi pada Veina.
" Hari ini..." ia terdiam sesaat. " Veina mengundurkan diri dari sekolah ini." Ia menghela nafas dan melanjutkan, " ia tidak akan pernah kembali lagi untuk selamanya. Ia pindah sekolah ke kota. Ia menderita amnesia, sehingga segera ia akan melupakan kita. Kita relakan dan doakan agar dia sukses belajar di kota nanti."
Semua terdiam. Tak ada yang menyangka bahwa Veina menderita amnesia. Sekarang mereka tahu mengapa ia sering lupa nama temannya dan suka menyendiri. Namun, Veina adalah anak yang cukup pintar di sekolah.
Saat semua merenung dan terdiam, Zelsa menangis. Ternyata selama ini Veina berusaha keras mengingat Zelsa. Ia sungguh menyesal. Mengapa ia acuh tak acuh pada Veina saat hari terakhirnya bersama Veina? "Pasti Veina sudah lupa padaku saat ia tiba di kota," pikirnya.
Bersambung...
Ini cerpen pertamaku, jadi sori kalo kurang bagus :p
Please enjoy,
Yuli