Liburan lebaran tahun ini kuhabiskan (habis karena sisanya digunakan untuk mengerjakan PR, dan lain-lain) dengan menginap 3 hari di rumah Nini-ku yang di Depok. Selama 3 hari itu aku merasa: FUN! Kangen banget sama keramaian rumah Nini yang terus berasa sampai aku kembali lagi ke Jakarta. Banyak banget yang kita lakukan waktu menginap.
Aku baru sampai di rumah Nini tanggal 29 Agustus pas sore hari. Awalnya aku berniat untuk menginap 2 hari 1 malam saja, toh besoknya lebaran sehingga orangtuaku akan datang lagi. Nini dan Bibi serta Om Iis (Om-ku kupanggil Om Iis) merayakan lebaran. Sore sebelum pengumuman keterlambatan puasa, Nini dan mamaku sibuk di dapur memasak opor ayam, ketupat, dan lain-lain. Aku, Meli, dan Kezia bermain bersama Rio, sepupu kami. Rio baru 4 tahun, sama dengan adikku, Kezia. Kezia sempat diajak jalan-jalan oleh Bibi dan dibelikan mainan. Ketika waktunya buka puasa, Semua orang ramai-ramai ke meja makan untuk makan. Namun, kami tidak duduk di meja makan. Meja makan Nini sudah terlalu kecil untuk menampung penghuni rumah Nini. Kebanyakan dari kami duduk diatas karpet, makan sambil menonton TV.
Ternyata, lebaran diundur. Aku masih ingat keramaian rumah sederhana Nini karena menonton rapat Majelis Agama tentang hari Lebaran. Nini ingin lebaran hari Selasa, Bibi ingin lebaran hari Rabu. Begitu ada yang ngomong kata "Selasa" di rapat Majelis, Nini akan bilang, "Tuh, hari Selasa!" Sementara Bibi akan bilang, "Tapi semuanya juga bilang hari Rabu!" Ketika hari Lebaran ditetapkan hari Rabu, Nini nyeletuk, "Ini teh udah masak buat besok lebaran, meuni geuleuh atuh diundur lagi! Jadi da opornya nteu dimakan. Mau diapain atuh masakannya? Ayam gagal, kacang gagal, sampah gagal! Gatot sia! "(Yah, pokoknya intinya Nini kesal karena makanannya tak bisa dimakan pada hari lebaran karena keburu basi. Sebelumnya ayam dan kacang yang dipesannya tidak datang-datang, dan tukang sampah yang biasanya membawa sampah di rumah Nini tidak datang berhari-hari. Gatot maksudnya gagal total.) Karena aksen Sunda Nini yang lucu, kami pun tertawa terbahak-bahak. Nini tersenyum.
Jadwal menginapku pun diundur hingga Rabu. Meski bajunya kurang, aku tidak takut. Karena aku sudah pernah tinggal di rumah Nini selama lebih dari 2 tahun, aku jadi lebih terbiasa dengan "penginapan mendadak" di rumah Nini. Bibi langsung menyiapkan baju tambahan untukku. Aku pun menginap dengan perasaan senang.